Belajar Merawat Mimpi – 1

Mimpi adalah kunci ..

Untuk kita menaklukan dunia …

Berlari lah tanpa lelah …

Sampai engkau meraihnya.

 

Sepintas bait tersebut mungkin hanyalah sebatas nyanyian pengiring para laskar pelangi ketika memainkan perannya. Tetapi bagi yang percaya, mimpi memang benar-benar sebuah kunci untuk menaklukan dunia.

 

Impian

Sahabat, ingatkah ketika kita masih kanak-kanak, kita pernah ditanya “mau jadi apa nanti kalau sudah besar?” Mayoritas kita dengan mantapnya menjawab ingin jadi dokter, polisi, presiden, dll.  Sesederhana itu kita menyebutkan cita-cita kita. Memang fitrahnya anak-anak memiliki masa ‘meniru’ siapa yang ia lihat. Jika kita melihat spiderman adalah sosok heroik, menyelamatkan banyak orang dan terkesan hebat, maka kita akan mengatakan “Aku mau jadi spiderman!” tetapi ketika itu, cita-cita hanya sebatas keinginan, dan belum terpikirkan upaya apa yang akan kita lakukan untuk mencapai cita-cita itu.

Berbeda ketika saat ini kita ditanya, “ingin jadi apa?” akan ada proses berpikir terlebih dahulu sebelum kita menjawab. Dan yang kita pertimbangkan adalah “apakah yang kita inginkan itu realistis?”, “apakah mampu kita capai?” dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Tidak mungkin kita mengatakan “Aku ingin jadi spiderman!” karena itu memang sesuatu yang tidak nyata dan tidak realistis. Jika kita bilang impian saya adalah menjadi seorang pengusaha sukses, disadari atau tidak, sebenarnya kita sudah memikirkan apa alasan kita, apakah mungkin, bagaimana caranya, apa harapannya, dan untuk apa kita menjadi pengusaha sukses. Itulah impian!.

Bagaimana kita memaknai kata “impian”? setiap orang berhak mendefinisikan kata tersebut sesuai persepsi masing-masing meskipun di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)  definisi impian sangat sederhana, yaitu barang yang diimpikan atau barang yang sangat diinginkan. Tetapi, saya sendiri lebih suka mengganti kata ‘barang’ menjadi ‘sesuatu’. Sesuatu itu bisa dalam bentuk materi atau non-materi. Impian adalah sumber harapan yang akan membangkitkan motivasi dan menggerakkan seseorang menjadi besar dan sukses (Ridwan, 2012). Yang perlu digarisbawahi disini adalah “memiliki impian yang kuat akan memberikan motivasi dan kerja keras lebih besar untuk mewujudkan impian tersebut apapun rintangannya.”

Pertanyaannya adalah “apakah kita punya impian?” that’s the simplest question. Setiap kita berhak menggoreskan tinta sejarah pada kanvas kehidupan, karena pada dasarnya bermimpi itu gratis, bukan? Kita bisa saja mempunyai mimpi setinggi langit, tetapi kita harus memulainya dengan mimpi-mimpi yang membumi. Tugas kita di dunia ini sebenarnya bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam proses mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil (Mario Teguh). Ya, mencoba bermimpi dan mencoba merawat mimpi itu!

 

Pemimpi

Coba perhatikan, sadarkah kita kalau para tokoh pengubah dunia pada awalnya adalah seorang pemimpi? Steve Jobs misalnya. Pendiri Apple Computers dan Pixar Animation Studio ini adalah seorang anak yang diserahkan ke lembaga adopsi anak karena ibunya masih kuliah. Kemudian ia diadopsi oleh keluarga kelas menengah dengan ayah yang tidak pernah lulus SMA dan ibu yang tidak lulus kuliah. Bagaimana ia yang memiliki latar belakang biasa-biasa ini menjadi seorang millionaire pada usia muda? Itu karena ia memiliki impian besar yang memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat. Visinya adalah computer for the rest of us. Steve Jobs memiliki impian komputer yang mulanya barang mahal dan langka, yang ukurannya sangat besar, dapat dikecilkan menjadi kebutuhan semua orang, dan dapat membantu orang banyak dalam mengoptimalkan pekerjaan sehari-hari. Oleh karena itu, ia selalu optimal untuk mencapai impiannya, dengan kemauan yang kuat walaupun caranya sederhana.

Jika kita tilik, ketika ia masih di kelas 2 SMP, Steve Jobs (13 tahun) dan teman-teman satu kelompoknya mendapatkan tugas untuk membuat rangkaian elektronika. Salah satu temannya berkata “kita membutuhkan chip untuk membuat rangkaian ini. Chip ini hanya bisa ditemukan di pabrik HP (Hewlett Packard).” Keesokan harinya Steve Jobs datang ke sekolah dengan membawa chip yang mereka butuhkan. Sontak teman-teman satu kelompoknya kaget dan salah satu bertanya “Dari mana kamu dapatkan chip ini?” Jobs menjawab “Saya telepon Bill Hewlett dan saya minta kepadanya”. Temannya bertanya lagi “Dari mana kamu tahu nomor telpon Mr. Hewlett?”. Dengan ringan Jobs menjawab “Ada di yellow pages”. Sore itu Steve Jobs menelpon rumah Bill Hewlett, pendiri Hewlett Packard bersama David Packard. Jobs dan Hewlett berbicara selama 20 menit dan Jobs tidak hanya mendapatkan chip yang mereka butuhkan, tapi Jobs juga mendapatkan summer job di pabrik HP. Ini adalah awal hubungan akrab antara Steve Jobs dengan Bill Hewlett dan David Packard. Cara yang ia lakukan  merupakan cara yang cukup sederhana. Simple method, simple approach. Dengan ini Jobs muda membuktikan bahwa kita dapat menembus batas jika kita mau. Kita dapat berhubungan dengan orang yang kita kira unapproachable. Hanya dengan membuka yellow pages dan meneleponnya.

Pada lembaran kisah Steve Jobs lainnya, ia juga tetap memiliki kemauan yang kuat untuk menggapai impiannya untuk sukses dan berguna untuk banyak, walaupun banyak keterbatasan yang ia miliki. Pada saat Steve Jobs berumur 17 tahun, ia mendatangi kantor Atari untuk mendapat pekerjaan. Atari adalah sebuah perusahaan produsen game console kala itu. Walau ia diusir satpam, ia memilih untuk menunggu hingga sore hari. Satpam pun menyerah dan ia diizinkan bertemu CEOnya, Nolan Bushnell. Ia berkata ia mau bekerja, walaupun ia tidak bisa apa-apa. Kata kuncinya adalah mau. Bushnell merespon “Ok, kalau begitu kamu jadi asisten saya saja”. Mulai saat itu Jobs menemani Bushnell ke mana setiap pertemuan-pertemuan penting dan menjadi sangat intim dengannya. Akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu, Steve Jobs yang selalu menjaga mimpinya, mendalami bidang hardware dari Bill Hewlet dan David Packard, dan mendalami bidang software dari Nolan Bushnell. Alhasil, dengan kegigihannya, kerja keras dan kerja cerdasnya, sampai saat ini ia mampu membuat market capitalization Apple menjadi lebih besar dari pada Microsoft.

Banyak sekali para pemimpi disekeliling kita, mungkin kita lah yang kurang menyadari. Contoh lain, bagaimana seorang Ahmad Fuadi, sang pemuda desa dari Minang mampu menjadi penulis terkenal yang menjelajahi dunia? Bagaimana ia menembus Ujian masuk HI UNPAD padahal ia menuntut ilmu di Pesantren? Bagaimana ia bisa mendapat beasiswa ke Kanada, dll dengan bermodalkan tulisan-tulisan yang dimuat di koran tanpa ia bisa menampilkan kesenian tradisional di depan Interviewer? Atau jika kita lihat Dahlan Iskan, bagaimana seorang anak kampung yang sehari-hari menggembala kambing dan tak punya alas kaki mampu menjadi Menteri BUMN? Bagaimana seorang Dahlan Iskan yang biasa melilitkan dan mengikat sarungnya diperut dengan kencang untuk mengurangi rasa lapar, mampu menjadi pemimpin yang sederhana namun memiliki pemikiran-pemikiran luar biasa? Itu karena mereka merawat mimpi-mimpinya!  

Leave a comment